Dalam Masa Iddah, Suami Masih Berkewajiban Memberikan Nafkah Kepada Istrinya

shareinfomanfaat.blogspot.com - Fatimah binti Qois menceritakan, Rasulullah saw bersabda kepadanya : “ Wanita yang berhak mengambil nafkah dan rumah kediaman bekas suaminya ialah apabila suaminya itu berhak rujuk (kembali) kepadanya “.


Para fuqaha sepakat, bahwa wanita yang diceraikan dengan thalak raj’i berhak memperoleh nafkah sepenuhnya yang wajib atas suaminya yang menceraikannya selama masa iddahnya, karena hubungan perkawinan antara mereka berdua masih ada secara hukum. Adapun perempuan yang diceraikan secara thalak ba’in, maka madzhab hanafi berpendapat bahwa selama masa iddahnya ia berhak mendapatkan nafkah penuh yang wajib atas suami yang menceraikannya.

Hal yang berbeda di ungkapkan oleh madzhab syafi’i. Madzhab syafi’i berpendapat bahwa ia berhak tempat tinggal saja yang wajib atas suami yang menceraikannya. Ia tidak berhak mendapatkan nafkah kecuali apabila sedang hamil. Ketika di thalak ia sedang hamil, maka suaminya berkewajiban memberikan nafkah kepadanya secara penuh.

Adapun orang yang pernikahanya rusak (fasakh) , menurut madzhab hanafi, jika fasakh itu di sebabkan suaminya, maka nafkah itu wajib sepenuhnya menjadi hak istri dalam masa iddahnya. Namun apabila rusaknya pernikahan tersebut disebabkan dirinya sendiri, misalnya murtad (keluar dari islam) , maka ia tidak wajib mendapatkan nafkah apapun dari suaminya kecuali tempat tinggal.
Sedangkan madzhab syafi’iyyah berpendapat bahwa fasakh jika di sebabkan oleh sesuatu yang menyertai akad nikah seperti aib lama misalnya, maka ia tidak mendapatkan nafkah maupun tempat tinggal dan jika di sebabkan sesuatu yang muncul kemudian, maka ia wajib mendapatkan nafkah secara penuh jika ia dalam keadaan hamil. Namun jika istri dalam keadaan tidak hamil, maka wajib untuknya tempat tinggal saja seperti wanita yang di ceraikan dengan thalak ba’in. Ia tidak berhak mendapatkan nafkah kecuali itu saja.

Sedangkan mengenai seorang istri yang beriddah karena kematian suaminya, para fuqaha sepakat berpendapat bahwa ia tidak wajib mendapat nafkah secara mutlak karena ia mendapatkan warisan dari harta suaminya dengan catatan pernikahan yang di jalankannya adalah pernikahan yang sah, bukan pernikahan yang rusak (fasakh), atau merupakan berhubungan syubhat.

Demikian Allah dan Rasul-Nya mengatur terkait dengan pemberian nafkah kepada istri yang telah di thalak oleh suaminya. Sebagai hamba Allah yang baik serta umat Nabi Muhammad saw, maka hendaknya setiap wanita muslimah memper hatikan hal ini, sehingga akan semakin menambah keimanannya kepada Allah swt. [shareinfomanfaat.blogspot.com]